Cairan Infus dan Cairan Cuci Darah Asli Madura -
Cairan infus dan cuci darah terbuat dari garam kesehatan, sebelumnya
kita impor bahan ini walaupun di madura kita punya lahan garam. Namun
sekarang Indonesia sudah memproduksi sendiri, bahan baku menggunakan
garam dari madura. Simak penjelasannya berikut ini
Kemandirian bangsa juga segera terwujud di bidang ini: garam kesehatan dan garam minuman.
Selama
ini kebutuhan garam untuk kesehatan 100 persen harus diimpor. Ini baru
saya ketahui ketika awal-awal menjabat menteri BUMN. Waktu itu saya
bertanya kepada direksi PT Kimia Farma, obat apa saja yang kita belum
bisa buat.
Jawabnya ternyata: semua belum bisa bikin. Bahan baku obat kita semuanya masih harus diimpor.
Memang
beberapa obat sudah dibuat di dalam negeri. Termasuk obat lamifudin
untuk HIV, tapi bahan bakunya impor. Demikian juga obat-obat generik,
semuanya menggunakan bahan baku dari luar negeri.
Dengan semangat
kebangkitan industri dalam negeri, saya minta kepada direksi Kimia Farma
untuk menyusun daftar obat apa saja yang mungkin akan bisa kita buat
bahan bakunya. Saya minta dimulai dari yang paling mudah.
Ternyata
ada 12 obat yang mungkin bisa kita buat sendiri. Asal ahli-ahli dari
perguruan tinggi dan lembaga-lembaga riset bekerjasama dengan BUMN.
Dari
12 jenis obat itu ada yang bisa diwujudkan dalam satu tahun, tapi ada
juga yang baru akan terwujud dalam tiga atau empat tahun. Tidak mengapa.
Yang penting masing-masing ada roadmap untuk mewujudkannya.
Maka
mulailah kita buat roadmap untuk yang paling mudah mewujudkannya: garam
kesehatan dan garam minuman. Kita punya garam. Teknologi untuk mengubah
garam biasa menjadi garam kesehatan dan garam minuman juga tidak terlalu
rumit.
Bahkan ternyata anak-anak bangsa sendiri sudah berhasil
menemukan caranya. Mereka adalah ahli-ahli yang masih muda (waktu itu)
dari BPPT: Imam Paryanto, Bambang Marwoto, Bambang Sriyanto, dan Wahono
sebagai kordinator.
Mereka melakukan penelitian di pusat garam
Madura. Bekerjasama dengan PT Garam (Persero). Mereka saya sebut "ketika
masih muda" karena penelitian itu dilakukan 16 tahun yang lalu.
Hasilnya langsung mereka patenkan atas nama BPPT.
Berdasarkan
informasi itu kami mengundang pimpinan BPPT untuk membicarakannya.
Bolehkah penemuan anak bangsa itu diimplementasikan? "Itu yang sudah
lama kami tunggu-tunggu," ujar Dr Listyani Wijayanti, Deputi Kepala BPPT
yang memimpin tim BPPT ke BUMN. Ketika mengucapkan kata "sudah lamaaaa"
terasa bunyi huruf "a" nya mungkin lebih dari 25 buah.
Mengapa selama ini hasil penelitian itu tidak diwujudkan, agar kita tidak perlu impor garam farmasi?
"Tidak
ada yang membuat keputusan," ujar Dr Listyani yang alumni Shaitama
University Jepang itu. "Sudah dua buku laporan yang kami terbitkan. Tapi
ya hanya sampai buku itu," tambahnya.
Hari itu rapat lantas tidak
hanya membicarakan penemuan garam farmasi dan minuman. Tapi melebar ke
penemuan apa lagi yang sudah dihasilkan BPPT dan akan dihasilkan lembaga
itu. Dari situlah kami sepakati ada 12 penemuan bahan baku obat yang
akan bisa diproduksi di dalam negeri.
Khusus untuk garam farmasi,
waktu itu kami sepakati harus terwujud paling lambat akhir tahun 2014.
Tahun ini. Dirut Kimia Farma Rusdi Rosman menyanggupi. Juga
menganggarkan investasi Rp 25 miliar di tahun 2014. Kimia Farma sangat
mampu menyediakannya.
Rasanya target itu akan terpenuhi. Kalau pun
meleset hanya dua-tiga bulan. Apalagi hasil riset BPPT itu memang sudah
sangat detil. Badan POM sudah langsung memrosesnya dan mengizinkannya.
Selasa
lalu penandatanganan kerjasama dua BUMN dilakukan di depan saya. PT
Kimia Farma dan PT Garam. Maka Kimia Farma segera membangun pabrik bahan
baku garam kesehatan itu.
Pabrik itu akan dibangun di Watudakon,
Mojokerto, Jawa timur. Di sebelah pabrik yodium milik Kimia Farma. Di
situ memang ada sumber yudium. Pembangunan pabrik garam farmasi dan
garam minuman ini bisa cepat karena tanahnya sudah siap, sudah matang,
uangnya sudah siap, dan pabriknya sederhana.
Kalau toh tidak bisa
tepat akhir tahun ini, paling lambat awal tahun depan. Kita segera
mandiri untuk bahan baku garam farmasi dan minuman. Kita bisa stop impor
100 persen. "Bahkan kami merencanakan ekspor," ujar Dirut Kimia Farma
Rusdi Rosman.
Pabrik itu tahap pertamanya akan berkapasitas 3.000 ton, tapi dengan mudah bisa ditingkatkan menjadi 6.000 ton.
Garam
farmasi ini paling banyak untuk cairan infus, oralit, dialisat (cairan
untuk cuci darah bagi gagal ginjal), dan banyak lagi. Demikian juga
untuk membuat sabun dan shampo memerlukan garam farmasi. Betapa luasnya
kegunaannya. Kedelai edamame yang jadi makanan pembuka di restoran
Jepang juga menggunakan garam farmasi.
Pabrik infus dari Jepang
seperti Otsuka sudah berminat untuk membeli produksi Kimia Farma.
Demikian juga pabrik-pabrik minuman seperti Pocari Sweat dan Coca Cola.
Wuiihh.. senangnya melihat Indonesia selangkah lebih maju, setidaknya untuk memenuhi garam dalam negeri tidak perlu impor lagi. Cairan Infus dan Cairan Cuci Darah Asli Madura memang ke banggaan kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar